Aruna dan Lidahnya
Penerbit:
Tahun penerbitan:
Gramedia Pustaka Utama
2014
Sinopsis
Aruna Rai, 35 tahun, belum menikah. Pekerjaan: Epidemiologist (Ahli Wabah). Spesialisasi: Flu Unggas. Obsesi: Makanan.
Bono, 30 tahun: terlalu sibuk untuk menikah. Pekerjaan: Chef. Spesialisasi: Nouvelle Cuisine. Obsesi: Makanan.
Nadezhda Azhari: 33 tahun, emoh menikah. Pekerjaan: Penulis. Spesialisasi: Perjalanan dan Makanan. Obsesi: Makanan.
Ketika Aruna ditugasi menyelidiki kasus flu unggas yang terjadi secara serentak di delapan kota seputar Indonesia, ia memakai kesempatan itu untuk mencicipi kekayaan kuliner lokal bersama kedua karibnya. Dari Madura sampai Surabaya, Palembang sampai Aceh, Medan sampai Pontianak, Singkawang sampai Mataram, makanan, politik agama, sejarah lokal, dan realita sosial tak hanya bertautan dengan korupsi, kolusi, konspirasi, dan misinformasi seputar politik kesehatan masyarakat, namun juga dengan cinta, pertemanan, dan kisah-kisah mengharukan yang mempersatukan sekaligus merayakan perbedaan antarmanusia.
Pujian untuk
Aruna dan Lidahnya
"Who better to write a book about a culinary tour through Indonesia than Laksmi, whose passion and knowledge of the local cuisine is unsurpassed. I still remember when she took us around Jakarta on a local food tour 18 years ago. This book brings me back to the street satays and sit down feasts we experienced together." - Jean-Georges Vongerichten, chef dan pebisnis restoran legendaris New York
"... Dengan diksi yang kaya... dan hanya dengan kemampuan Laksmi yang begitu telaten mengolah kata-kata layaknya seorang chef, novel ini tidak terjebak menjadi pop maupun terlalu tinggi untuk dikunyah pembaca medioker sekaligus... Banyak pembaca urban usia 30-an akan dengan mudah bilang "Ini gue banget" setelah membaca novel Aruna dan Lidahnya. Banyak hal yang dengan mudah membuat saya mengidentifikasi diri dengan novel ini. Terutama ketika kuliner sudah menjadi urban lifestyle." - Dewi Ria Utari, pemred Majalah Seni Rupa Saraswati (dalam edisi Januari 2015)
"Tantalizing ... harmonious ... exhilarating" - Kompas, 2015
"When history and climate change threaten to overpower us we need books like Laksmi Pamuntjak’s The Birdwoman's Palate to remind us that it is through love, friendship, culture, and sharing the good things nature has to offer we will find solace and the solutions for moving forward. It is a well-told, affecting tale that brings us closer, over time and space, in the hour of need." - Sjon, the author of Moonstone: The Boy That Never Was, The Blue Fox, From The Mouth of The Whale dan I’ve Seen It All
"... redolent, peppery, silky come to mind. Running through the novel's riot of textures, smells, tastes, is the closeness of disease and death, with lust, self-discovery and love. The novel has an aura of a dream, too, a little shimmery - it's in the idiom of 21st-century text speak, and yet, as I was reading, I thought of Dutch still lives, with their artfully perfect fruit, flowers, fish and meat, reminding us of mortality and decay amidst beauty. The Birdwoman’s Palate for me is an incitement to take time to savor the present from the endless protocols that mask and organize human frailty.- Margaret Cohen, Andrew B. Hammond Professor of French Literature, Culture and Civilization, Stanford University
"Sebuah novel indah: manusiawi, rendah hati, indrawi, dan ditulis dengan cinta … persembahan yang selayaknya dari pengarang buku panduan restoran independen pertama di Indonesia." - William Wongso, pakar kuliner
"Aruna dan Lidahnya adalah surat cinta Laksmi Pamuntjak kepada dunia kuliner Indonesia. Melalui novel ini, Laksmi, yang namanya menjadi terkenal setelah menulis kitab suci bagi para penikmat restoran di ibukota, Jakarta Good Food Guide, membawa kita bertualang ke pelbagai pelosok Nusantara. Dengan kearifan dan kepiawaian berbahasa yang telah menjadi trademarknya, ia tak hanya mengajak kita mendalami kekayaan kuliner negeri ini, namun juga politik daerah dengan segala kompleksitasnya." - Yenni Kwok, kontributor The New York Times dan majalah Time