top of page

Kitab Kawin (Edisi ke-2)

Penerbit:

Tahun penerbitan:

Gramedia Pustaka Utama

2021

Kitab Kawin (Edisi ke-2)

Sinopsis

Dalam Kitab Kawin Edisi ke-2 ini kita akan menemukan satu cerpen baru, yang berkisah tentang hubungan kohabitasi Raihan dan Darius. Selain mereka, kita juga akan bertemu pelbagai perempuan dengan persoalan, kepedihan, kebahagiaan, kegagalan sekaligus pencapaian mereka masing-masing. Ada yang cuek, berani, penuh akal, gak cengeng, gak peduli kata atau penilaian orang, gak takut dianggap bukan ‘perempuan baik-baik’; perempuan-perempuan yang tak hanya nyaman berbicara tentang tubuh, seks, dan kebutuhan lahiriah mereka, tapi juga berani menuntut apa yang mereka anggap hak mereka. Tapi ada juga perempuan-perempuan yang kalah, patah, tak bersuara, sebab tak semua perempuan mampu membebaskan diri dari situasinya, apalagi setelah begitu banyak direnggut dari mereka.


Setiap kitab yang diberi judul nama para perempuan itu—Rosa, Maya, Sarah, Celine, Isabel, Sofia, Esme, Amira, Hesti, Raihan, Mukaburung—adalah kisah si perupa, si seniman, si pekerja toserba, si karyawan, si instruktur yoga, si ibu paruh baya, si pekerja resto Korea. Ada yang diduakan suami; ada yang disodor-sodorkan suaminya ke laki-laki lain; ada yang dihajar suaminya di hadapan orang banyak; ada yang diperkosa bapaknya sendiri. Ada pula yang jatuh hati pada isteri abangnya sendiri; ada yang dipaksa menikah pada masih sangat dini, dan ada perempuan nun di Pulau Buru yang merasakan keintiman sejati untuk pertama kalinya.


Dari rumah-rumah kelas menengah atas Jakarta, kota kecil di daerah pedesaan Jawa Tengah, atau pedalaman Pulau Buru, kitab-kitab ini tak saja berkisah tentang jiwa-jiwa yang buncah, kesepian dan terlantar, tapi juga tubuh-tubuh yang sakit dan terpasung. Beberapa dari mereka melakukan perlawanan dengan cara-cara yang tak selamanya membebaskan: selingkuh untuk memperbaiki hubungan dengan suami, selingkuh untuk balas dendam, menghabisi nyawa suami (atau tidak). Tapi ada juga yang memilih secara sadar untuk tidak kawin, karena mereka merasa lebih nyaman hidup mandiri.


Yang jelas, perempuan-perempuan ini ada di tengah-tengah kita.

bottom of page